MUI Bogor: UU Nikah Siri Melebihi Aturan Tuhan
|
|
0 comments
BOGOR- Wacana pemerintah untuk mempidanakan pelaku nikah siri dengan mengundang-undangkan pernikahan siri tersebut ditolak oleh Majelis Ulama Islam (MUI) Bogor. Ketua MUI cabang Bogor, KH Adam Ibrahim, menjelaskan alasan penolakan tersebut karena nikah siri dalam ajaran Islam sudah sah jika memenuhi persyaratan.
“Saya tidak sependapat jika nikah siri diundang-undangkan, apalagi sampai pelanggarnya dipidanakan, karena menurut ajaran agama Islam sah jika sudah memenuhi persyaratan,” katanya kepada ANTARA, saat dihubungi, Senin (1/3). Ia menjelaskan, persyaratan sahnya pernikahan tersebut adalah jika ada penganten, ada wali dan ada saksi pernikahan. “Jika syarat ini sudah ada maka sudah sah menurut hukum Islam,” katanya.
MUI cabang Bogor tidak setuju dengan adanya undang-undang tersebut apalagi jika pelanggarnya sampai dipidana hingga empat bulan. Menurut dia, kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan memberlakukan undang-undang nikah siri tersebut telah melebihi aturan Tuhan, “karena tidak semua pelaku nikah siri berlaku seperti yang disangkakan, tergantung orang yang melakukannya,” ujar Adam.
Ia menilai bahwa sekarang banyak yang melakukan nikah siri, menyadari kewajiban dan haknya. “Anaknya dipelihara. siapa yang bilang tidak bertanggung jawab, tergantung oknumnya. Nikah yang tercatat saja banyak yang ditelantarkan (anak-istri-red),” ucapnya.
Adam berpendapat, nikah siri merupakan masalah manusiawi dan pemerintah hendaknya mengatur sanksi terhadap praktek kumpul kebo yang marak saat ini. “Biarkan mereka (pelaku nikah siri-red) belanjut, berikan perlakuan yang adil atau administrasinya ditertibkan. Pemerintah jangan terlalu memikirkan yang sudah benar, padahal pelacuran, perzinaan dan kumpul kebo yang sedang marak tidak diatur pemerintah. Seharusnya ini yang perlu diperhatikan,” katanya.
Sementara itu ia menurut Adam, pernikahan siri terjadi juga antara lain disebabkan pemasalahan ekonomi, misalnya karena masyarakat kecil kesulitan untuk membayar biaya perkawinan di KUA. Sehingga lanjutnya, masyarakat Islam lebih memilih untuk menikah sirih. “Jika nanti ada kawin masal, baru mereka ikut mendaftarkan ke catatan sipil, ” tuturnya.
Yani (25) warga Merdeka, mengaku menikah siri lantaran terdesak menikah karena tidak memiliki biaya untuk mengurus di KUA.
Kini pasangan suami istri yang sudah dikaruniai dua orang anak sedang mendaftarkan diri ikut nikah masal untuk mendapatkan surat nikah dan akte bagi kedua anaknya. “Kemarin nikahnya karena terganjal biaya, sementara saya sudah ingin menikah. Makanya nikah secara agama saja, tidak mendaftar ke KUA. Sekarang saya dan suami sudah mendaftarkan diri ikut nikah masal di kelurahan, biar dapat surat nikah dan bisa urus akte kelahiran anak,” ucapnya. (republika.co.id, 1/3/2010)
“Saya tidak sependapat jika nikah siri diundang-undangkan, apalagi sampai pelanggarnya dipidanakan, karena menurut ajaran agama Islam sah jika sudah memenuhi persyaratan,” katanya kepada ANTARA, saat dihubungi, Senin (1/3). Ia menjelaskan, persyaratan sahnya pernikahan tersebut adalah jika ada penganten, ada wali dan ada saksi pernikahan. “Jika syarat ini sudah ada maka sudah sah menurut hukum Islam,” katanya.
MUI cabang Bogor tidak setuju dengan adanya undang-undang tersebut apalagi jika pelanggarnya sampai dipidana hingga empat bulan. Menurut dia, kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan memberlakukan undang-undang nikah siri tersebut telah melebihi aturan Tuhan, “karena tidak semua pelaku nikah siri berlaku seperti yang disangkakan, tergantung orang yang melakukannya,” ujar Adam.
Ia menilai bahwa sekarang banyak yang melakukan nikah siri, menyadari kewajiban dan haknya. “Anaknya dipelihara. siapa yang bilang tidak bertanggung jawab, tergantung oknumnya. Nikah yang tercatat saja banyak yang ditelantarkan (anak-istri-red),” ucapnya.
Adam berpendapat, nikah siri merupakan masalah manusiawi dan pemerintah hendaknya mengatur sanksi terhadap praktek kumpul kebo yang marak saat ini. “Biarkan mereka (pelaku nikah siri-red) belanjut, berikan perlakuan yang adil atau administrasinya ditertibkan. Pemerintah jangan terlalu memikirkan yang sudah benar, padahal pelacuran, perzinaan dan kumpul kebo yang sedang marak tidak diatur pemerintah. Seharusnya ini yang perlu diperhatikan,” katanya.
Sementara itu ia menurut Adam, pernikahan siri terjadi juga antara lain disebabkan pemasalahan ekonomi, misalnya karena masyarakat kecil kesulitan untuk membayar biaya perkawinan di KUA. Sehingga lanjutnya, masyarakat Islam lebih memilih untuk menikah sirih. “Jika nanti ada kawin masal, baru mereka ikut mendaftarkan ke catatan sipil, ” tuturnya.
Yani (25) warga Merdeka, mengaku menikah siri lantaran terdesak menikah karena tidak memiliki biaya untuk mengurus di KUA.
Kini pasangan suami istri yang sudah dikaruniai dua orang anak sedang mendaftarkan diri ikut nikah masal untuk mendapatkan surat nikah dan akte bagi kedua anaknya. “Kemarin nikahnya karena terganjal biaya, sementara saya sudah ingin menikah. Makanya nikah secara agama saja, tidak mendaftar ke KUA. Sekarang saya dan suami sudah mendaftarkan diri ikut nikah masal di kelurahan, biar dapat surat nikah dan bisa urus akte kelahiran anak,” ucapnya. (republika.co.id, 1/3/2010)
Filed Under:
Berita Dalam Negeri
Anda dapat turut serta menampilkan artikel anda dalam blog ini dengan mengirimkan email ke :
ats.tsaqofah@gmail.com
ats-tsaqofah@telkom.net
Sertakan pula identitas yang jelas. Terimakasih telah mengunjungi ats-tsaqofah.blogspot.com
0 comments
Trackback URL | Comments RSS Feed