Yang Tak Layak Jadi Pahlawan
|
|
0 comments
Banyak tokoh yang sebetulnya anti Islam, tapi namanya malah diabadikan sebagai pahlawan. Pantaskah gelar itu disandangnya?
Tidak semua pahlawan layak disebut pahlawan. Bahkan ada orang yang kini diang-gap sebagai pahla-wan, ternyata dulunya sebagai musuh Islam sejati. Sebagian malah bekerja sama dengan penjajah Belanda untuk melawan umat Islam.
Buku 'Api Sejarah' karya Ahmad Mansur Suryanegara mengungkapkan, dr Soetomo yang dianggap sebagai pahlawan karena dianggap Bapak Kebangkitan Nasional ternyata adalah orang yang sangat anti Islam.
Bahkan, ungkap Mansur, dr Soetomo mempercayai manusia sebagai penjelmaan akhir dari tuhan. Ia adalah penganut kejawen tulen. Sedangkan upayanya mendirikan Boedi Oetomo sebenarnya tak lepas dari usaha untuk mengimbangi Djamiat Choir --organisasi Islam yang didirikan oleh orang-orang Arab-- yang pengaruhnya sangat kuat di masyarakat.
Tidak hanya itu, Mansur mengungkapkan justru Boedi Oetomo menolak cita-cita persatuan Indonesia karena ide cita-cita persatuan itu lahir dari Jong Islamieten Bond. “Boedi Oetomo selalu berseberangan dengan gerakan kebangkitan kesadaran nasional yang dipelopori oleh organisasi Islam yang berpihak kepada kepentingan rakyat yang tertindas oleh penjajah,” tulisnya.

Selain dr Soetomo, ada lagi tokoh yang telah dijadikan pahlawan nasional. Dia adalah Mohammad Yamin. Menurut Mansur, meski namanya menggunakan kata 'Mohammad', Mohammad Yamin adalah seorang yang berhaluan Marxist. Yamin telah melakukan proses deislamisasi secara sistematis.
Proses deislamisasi itu dimulai ketika dia menjabat sebagai Menteri P dan K. Hal itu diawali penulisan laporan dokumen pidato pertemuan Badan Persiapan Usaha Kemerdekaan (BPUK), 1 Juni 1945, pada zaman pendudukan Jepang. Yang dituliskan hanya pidato Bung Karno, Bung Hatta, Mohammad Yamin. Tidak seorang pun pandangan ulama yang ikut urun pikir dituliskan di dalamnya. Dalam buku Mohammad Hatta Memoir, Hatta menyatakan, ketidakbenaran tulisan laporan M. Yamin tersebut, terutama isi pidato M. Yamin.
Demikian pula dalam tulisan tentang "Sumpah Indonesia Raya". Dituliskan adanya dua kerajaan yang melahirkan kesatuan bangsa dan negara. Pertama, Kerajaan Buddha Sriwijaya, dengan "Sumpah Bukit Barisan", melahirkan negara kesatuan pertama. Kedua, Kerajaan Hindu Majapahit, dengan "Sumpah Bukit Penanggungan", melahirkan kesatuan bangsa dan negara kedua. Ketiga, "Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928", di Jakarta, melahirkan negara proklamasi Republik Indonesia, 17 Agustus 1945. Dari ketiga proses sejarah di atas ini, M. Yamin meniadakan peranan Islam di dalamnya atau deislamisasi tulisan sejarahnya. Padahal, kata Mansur, dalam realitas sejarah, umat Islam dan ulama dengan "Sumpah Syahadat" sebagai pelopor perlawanan terhadap penjajah Barat. Sebaliknya, kedua kerajaan Hindu dan Buddha tersebut telah tiada ketika penjajahan Barat mulai mendera Indonesia.
Di akhir masa Orde Baru, muncul lagi pahlawan dari penguasa. Dia tidak lain adalah Siti Hartinah, istri Presiden Soeharto pada waktu itu. Dia mendapat gelar pahlawan nasional tak lama setelah meninggal oleh penguasa waktu itu yaitu Soeharto. Banyak kalangan sebenarnya bisa memperdebatkan kepahlawanannya.
Tidak hanya di dalam negeri, di luar negeri pun muncul sejumlah nama yang dianggap sebagai pahlawan nasional. Yang paling fenomenal tentu Mustafa Kemal Attaturk. Dia dikenal sebagai Bapak Turki Modern. Ini dari kacamata demokrasi.
Padahal sejarah mencatat, justru dialah orang yang menghancurkan kekhalifahan Turki Utsmani yang terakhir. Kemal pula yang mengimpor habis-habisan budaya Barat ke Turki dan melarang penggunaan simbol-simbol Islam bagi warganya. Kediktatorannya luar biasa sehingga rakyatnya di desa-desa jika disebut namanya selalu mengutuknya.
Banyak para ulama yang menjadi korban kediktatorannya. Kekejiannya terhadap rakyatnya sangat nyata. Dia memaklumkan undang-undang darurat perang sampai sembilan kali untuk mencegah kembalinya Islam.
Hal yang sama terjadi di Mesir. Muncul namanya yang dianggap sebagai pahlawan Mesir. Dialah Gamal Abdul Nasser. Dialah yang mendirikan Republik Mesir atas bantuan Amerika Serikat. Sepak terjangnya sangat keras terhadap gerakan Islam terutama Ikhwanul Muslimin. Di tangan dia pulalah, Sayyid Quthub dihukum mati. Pada zamannya pulalah ada skenario perang dengan Israel. Belum sempat perang, para penguasa Arab sudah menyatakan kalah.
Di jazirah Arab ada Ibnu Saud. Dia dianggap sebagai pahlawan Arab Saudi karena berhasil memerdekakan Arab Saudi dari kekuasaan Daulah Islamiyah yang berpusat di Turki berkat bantuan Inggris. Padahal, sebenarnya dia adalah pemecah belah persatuan umat Islam waktu itu.
Munculnya 'pahlawan' ini tidak lepas dari kepentingan ideologi yang melatarbelakanginya. Gelar itu diberikan sebagai wujud penghargaan kepada mereka atas jasa-jasanya memperjuangkan ideologi Barat, sekaligus menutupi borok-borok yang pernah dilakukannya terhadap rakyatnya waktu itu. Selain itu, pemberian gelar itu bisa saja sengaja untuk menutup sejarah perjuangan tokoh-tokoh Islam sejati yang berjuang demi kepentingan Islam dan kaum Muslimin.
Para 'pahlawan' itu, bisa jadi adalah kepanjangan tangan para penjajah. Namanya sengaja diabadikan untuk mempertahankan hegemoni ideologi penjajah di negeri-negeri Muslim. Bukankah pahlawan diadakan sebagai simbol dan panutan? Waspada.
Maman KH, Pengamat Sejarah Islam
Pahlawan=Berkorban untuk Islam
Pahlawan adalah orang-orang yang berjuang untuk menegakkan ideologinya, untuk kemuliaan kaumnya, dan untuk keyakinannya. Dia berkorban sedemikian rupa, dengan segala kegigihannya, mengorbankan pikirannya, waktunya tenaganya, hartanya, atau bahkan mengorbankan nyawanya untuk tegaknya ideologi tersebut.
Di mata orang-orang yang menganut Islam ideologis yang berjuang untuk syariat Islam, orang yang berani mengatakan kebenaran/hak di mata seorang penguasa yang dzalim sampai akhirnya dia menghadapi risiko penangkapan, ya dia merupakan pahlawan.
Karena itu, yang layak disebut pahlawan dari sudut pandang Islam, yakni orang yang berjuang untuk menegakkan syariat Islam, untuk kemualiaan Islam dan kaum Muslimin, untuk membebaskan negeri-negeri kaum Muslimin dari cengkraman penjajah Barat; berjuang membebaskan kaum Muslimin dari upaya-upaya pemurtadan secara terselubung; dan berjuang untuk membebaskan kaum Muslimin dari liberalisme pemikiran Islam yang mengakibatkan orang-orang Islam kurang yakin dengan wahyu Allah.
Saya kira orang-orang yang seperti itu pasti ada di negeri kita. Boleh jadi, para ulama, para fuqoha, para penegak akidah, para pejuang syariah, pantas mendapat gelar kehormatan sebagai pahlawan.
Sumber : Media Umat
Filed Under:
Tahukah Anda
Anda dapat turut serta menampilkan artikel anda dalam blog ini dengan mengirimkan email ke :
ats.tsaqofah@gmail.com
ats-tsaqofah@telkom.net
Sertakan pula identitas yang jelas. Terimakasih telah mengunjungi ats-tsaqofah.blogspot.com
0 comments
Trackback URL | Comments RSS Feed