|
|
0 comments
Ats Tsaqofah - Dalam sebuah ajang seremonial untuk menghormati para veteran perang dan warga negara usia lanjut yang memberikan persembahan untuk para prajurit di luar negeri, Jaksa Agung Richard Blumenthal dari Conneticut berdiri dan membicarakan mengenai masa mudanya.
“Kita telah mempelajari sesuatu yang penting sejak masa-masa saya menjalankan tugas di Vietnam,” kata Blumenthal kepada kelompok yang berkumpul di Norwalk pada Maret 2008. “Dan Anda semua memberikan contohnya. Apa pun yang kita pikirkan mengenai perang, apa pun sebutannya – Afghanistan atau Irak – kita berhutang dukungan tanpa syarat terhadap para prajurit kita.”
Ada satu hal yang mengganjal, Blumenthal, seorang Demokrat yang kini mencalonkan diri untuk memperebutkan kursi Senat AS, sama sekali tidak pernah bertugas di Vietnam. Tugas militernya mengalami lima kali penundaan dari 1965 hingga 1970 dan ia melakukan beberapa hal berulang-ulang yang memungkinkan dirinya menghindar dari tugas terjun ke medan perang, demikian menurut catatan yang ada.
Penundaan tersebut memungkinkan Blumenthal menyelesaikan studi di Harvard, mendapatkan beasiswa lanjutan di Inggris, menjadi asisten khusus penerbit Washington Post, Katharine Graham, dan akhirnya mendapatkan pekerjaan di Gedung Putih pada era Nixon.
Pada 1970, ketika penangguhan terakhirnya tengah terancam, ia terpaksa menerima posisi di pasukan cadangan Marinir AS, yang nyaris menjamin bahwa ia akan dikirimkan ke Vietnam. Ia bergabung dengan sebuah unit pasukan di Washington dan melaksanakan latihan serta berfokus pada proyek-proyek lokal, seperti melakukan perbaikan di bumi perkemahan, dan mengorganisir kampanye Toys for Tots.
Banyak politisi yang dihadapkan pada pertanyaan mengenai keputusan mereka dalam Perang Vietnam, dan Blumenthal, yang mencoba mengisi kursi yang ditinggalkan Senator Christopher J. Dodd, bukan satu-satunya orang yang menghindar dari perang.
Tapi, yang menjadi masalah dengan catatan Blumenthal adalah berapa banyak langkah yang diambilnya untuk menghindari Vietnam, serta kebohongan-kebohongan yang sering kali ia ucapkan mengenai masa mudanya saat ini, khususnya ketika dia berbicara dalam ajang upacara veteran atau ajang patriotis lainnya.
Terkadang pernyataannya sama sekali tidak benar, seperti pidatonya di Norwalk. Lain waktu, ia mempergunakan bahasa yang lebih ambigu, namun kesan yang ditinggalkan kepada para audiens bisa jadi tetap sama.
Dalam sebuah wawancara hari Senin, jaksa agung tersebut mengatakan bahwa dirinya telah “salah ucap” mengenai layanan militernya dalam ajang di Norwalk dan mungkin juga di berbagai kesempatan lainnya. “Tujuan saya selalu amat jelas, akurat, serta terus terang, karena rasa hormat kepada para veteran yang bertugas di Vietnam,” katanya.
Namun, ketika pernyataannya dalam upacara-upacara tersebut diperiksa, hasilnya menunjukkan bahwa dia tidak menjadi sukarelawan sehingga ia tidak diberangkatkan keluar negeri. Dan ia menyebut reaksi keras diarahkan kepada para veteran yang kembali dari Vietnam, mengesankan bahwa ia merupakan salah satu dari mereka.
Pada tahun 2003, ia berbicara di hadapan aksi di Bridgeport, lebih dari 100 keluarga militer berkumpul menyatakan dukungan untuk pasukan Amerika yang bertugas di luar negeri. “Ketika kami kembali dulu, kami tidak pernah melihat yang seperti ini,” kata Blumenthal. “Mari melakukan yang lebih baik dengan generasi pria dan wanita saat ini.”
Dalam upacara tahun 2008 di gedung Monumen Veteran Perang di Shelton, ia memuji para hadirin karena memberikan penghormatan kepada prajurit yang bertempur di luar negeri, ia mencatat bahwa Amerika tidak selalu melakukan itu.
“Saya bertugas pada era Vietnam,” katanya. “Saya ingat ejekan, hinaan, terkadang bahkan penyiksaan secara fisik.”
Blumenthal, 64, dikenal sebagai seorang pengacara brilian yang senang memperdebatkan kasus-kasus di pengadilan dan berbbicara dengan tenaga dan presisi. Ia juga dikenal cerdik dengan media pemberitaan dan memperhatikan betul pencitraan dirinya di hadapan pers.
Tapi, caranya berbicara mengenai layanan militer memicu kebingungan dan kesalahan karakterisasi dalam biografinya di surat kabar-surat kabar di negara bagiannya. Setidaknya dalam delapan artikel yang dipublikasikan di Connecticur dari 2003 hingga 2009, Blumenthal dideskripsikan pernah bertugas dalam Perang Vietnam.
Surat kabar New Haven Register pada 20 Juli 2006 menyebut Blumenthal “seoran veterang Perang Vietnam,” dan pada 6 april 2007 mengatakan bahwa sang jaksa agung pernah “bertugas dalam satuan Marinir di Vietnam.” Pada 26 Mei 2009, Connecticut Post, sebuah surat kabar Bridgeport yang merupakan harian terbesr ketiga negara bagian tersebut, mengatakan Blumenthal sebagai seorang “veteran perang Vietnam.” Shelton Weekly pada 23 Mei 2008 melaporkan bahwa Blumenthal “disambut tepuk tangan ketika berbicara mengenai pengalamannya sebagai seorang sersan Marinir di Vietnam.”
Citra yang timbul bahwa Blumenthal pernah bertugas di Vietnam telah menjadi sebuah bagian dari biografi publiknya yang diterima sehingga ketika majalah Slate merilis profil Blumenthal pada tahun 2000, majalah tersebut menulis bahwa Blumenthal “mendaftar sebagai Marinir ketimbang harus menghindari wajib militer Perang Vietnam.”
Blumenthal sendiri tampaknya tidak pernah berusaha memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut.
Dalam wawancara tersebut, ia mengatakan dirinya tidak yakin apakah ia pernah melihat cerita-cerita tersebut atau apakah ada langkah-langkah yang telah diambil mengenai ketidakakuratan tersebut.
“Saya tidak tahu apakah kami telah mencoba melakukannya atau tidak,” katanya. Dia menambahkan, dirinya tidak mungkin tahu apa yang dilaporkan di semua artikel yang mengupas mengenainya, karena ia sering tampil di ajang yang berhubungan dengan militer.
Ia mengatakan, dirinya tetap konsisten dengan penggambaran pengalaman militernya, bahwa ia pernah bertugas sebagai anggota Pasukan Cadangan Korps Marinir Amerika Serikat pada era Perang Vietnam.
Dalam sebuah wawancara, Jean Risley, ketua Vietnam Veterans Memorial Inc. Connecticut, menenang pernyataan emosional Blumenthal. Ia mengingat Blumenthal menjabarkan penghinaan yang ia terima bersama para veteran lain sekembalinya dari Vietnam.
“Itu adalah masa yang menyedihkan,” kenangnya. “Dia (Blumenthal) mengatakan, ‘ketika kami kembali, kami dicemooh; kami tidak bisa mengenakan seragam kami.’ Bagi saya dia terlihat sedih ketika mengucapkannya waktu itu.”
Namun, Risley kemudian menelepon sang wartawan dan mengatakan bahwa dia telah memeriksa latar belakang militer Blumenthal dan mempelajari bahwa Blumenthal bahkan sama sekali tidak pernah bertugas di Vietnam.
Setelah mendapatkan catatan Selective Service Blumenthal melalui permintaan berdasarkan Undang-Undang Kebebasan Informasi, harian New York Times menanyai David Curry, seorang profesor di Universitas Missouri-St.Louis dan seorang pakar wajib militer Vietnam, untuk memeriksanya.
Curry mengatakan, catatan tersebut menunjukkan bahwa Blumenthal setidaknya pernah menerima lima kali penangguhan wajib militer. Blumenthal sendiri tidak membantah itu, namun ia mengaku tidak ingat ada berapa kali penangguhan yang ia terima.
Blumenthal tumbuh di New York City, ia merupakan putra seorang pengusaha sukses yang memiliki perusahaan ekspor-impor.
Bluementhal muda mengenyam pendidikan di Riverdale Country School di Bronx dan menunjukkan janji besar dan juga kemampuan untuk menjilat orang-orang berkuasa.
Tahun 1963, ia masuk Harvard College. Di sana, ia bertemu Daniel Patrick Moynihan, yang bertugas di fakultas di kampus tersebut dan memandu tesis senioor Blumenthal yang membahas mengenai kegagalan program kemiskinan pemerintah.
Ia mendapatkan dua penangguhan wajib militer sebagai mahasiswa selama kuliah di sana.
Setelah lulus dari Harvard pada 1967, menurut catatan militer, Blumenthal kembali mendapatkan penangguhan wajib militer karena pendidikan dan bertolak ke Inggris. Di Inggris, ia bekerja untuk Washington Post dan kuliah di Trinity College, Cambridge.
Tapi, awal 1968, Presiden Lyndon B Johnson, di bawah tekanan kerat kritikan masyarakat karena para pemuda kaya bisa menghindari wajib militer dengan jalur pendidikan, mencabut semua jenis penangguhan wajib militer, yang mampu meningkatkan jumlah pasukan yang dikirim ke Asia Tenggara dengan tajam.
April 1970, Blumenthal mendapatkan posisi di Pasukan Cadangan Korps Marinir, yang banyak dianggap sebagai tempat aman bagi orang-orang yang tidak ingin pergi berperang.
“Pasukan Cadangan tidak diaktifkan untuk Perang Vietnam dan menjadi tempat berlindung para pemuda yang punya hak khusus,” kata Curry.
Namun, manajer kampanye Blumenthal, Mindy Myers, mengatakan pada hari Senin bahwa semua tuduhan yang menyebut Blumenthal menghindari perang adalah tuduhan tidak berdasar, ia mengatakan Blumenthal terlibat pekerjaan penting. Ketika ia bekerja untuk Graham, misalnya, Blumenthal membantu mengajar anak-anak di daerah Anacostia, Washington.
“Salah besar mengatakan bahwa keputusan Richard Blumenthal untuk mengambil Beasiswa Fiske, mengajar anak-anak sekolah di dalam kota, dan bekeruja di Gedung Putih untuk Daniel Patrick Moynihan adalah keputusan untuk menghindari wajib militer ketika, meski masih bisa melakukan penangguhan, ia memilih untuk mendaftar dalam Pasukan Cadangan Korps Marinir dan menyelesaikan masa tugas enam bulan di Paris Island, Carolina Selatan, kemudian menyelesaikaan masa tugas enam tahun di Pasukan Cadangan.”
Sumber : suaramedia.com
Filed Under:
Berita Internasional
Anda dapat turut serta menampilkan artikel anda dalam blog ini dengan mengirimkan email ke :
ats.tsaqofah@gmail.com
ats-tsaqofah@telkom.net
Sertakan pula identitas yang jelas. Terimakasih telah mengunjungi ats-tsaqofah.blogspot.com
0 comments
Trackback URL | Comments RSS Feed