• Berita Dunia

  • Berita Dalam Negeri

  • Seputar Khilafah

  • Tahukah Anda

  • Hikmah dan Kisah

  • Muslimah

  • Pendidikan Anak

Aafia Siddiqi: Korban Terorisme Amerika

Aafia Siddiqi, PhD - Ilmuwan Pakistan

Ats Tsaqofah - Deritanya sejak 2003 hingga detik ini menjadi bukti nyata bahwa Amerikalah teroris sebenarnya.

Muslim mana saja akan langsung direnggut paksa haknya sebagai manusia, tatkala Amerika dan para antek yang menjadi penguasa negeri-negeri Muslim menuduhnya sebagai teroris. 

Tuduhan keji itu kerap kali disematkan kepada siapa saja yang dianggap melawan penjajahan Amerika. Mereka diburu, sehingga muncul anekdot “beruntung bila ditembak mati di lokasi karena bagi yang ditangkap hidup-hidup akan mendapatkan penyiksaan bertubi-tubi”.

Anekdot tersebut ada benarnya, setidaknya bila menelusuri kisah nyata yang dialami Aafia Siddiqi, PhD. Ilmuwan biologi jaringan syaraf ini difitnah terlibat jaringan teroris lantaran ia menikah dengan keponakan seseorang yang dituduh sebagai dalang 911, Khalid Sheikh Mohammed.

Kejamnya Amerika

Aafia lahir di Karachi, Pakistan, 2 Maret 1972. Dia adalah salah seorang dari tiga anak Mohammad Siddiqi, seorang dokter yang mendapat pelatihan di Inggris.

Dia adalah ibu dari tiga orang anak. Keluarga Aafia melaporkan bahwa Aafia bersama tiga anaknya yang saat itu berumur 7 tahun, 5 tahun, dan 6 bulan, hilang di Karachi pada  30 Maret 2003 setelah Aafia pulang dari kuliah di Amerika.

Keesokan harinya, koran-koran lokal memberitakan bahwa Aafia berada dalam tahanan atas tuduhan terorisme. Koran-koran berbahasa Urdu tersebut menyatakan Aafia telah dijemput dalam perjalanannya menuju ke bandara oleh dinas rahasia Pakistan, yang lalu menyerahkannya ke badan intelijen Amerika, FBI. 

Penahanan doktor Neurosains Kognitif  lulusan Institut Teknologi Massachusetts (MIT) Amerika tersebut dikonfirmasi oleh juru bicara kementerian dalam negeri Paksistan dan dua orang pejabat AS dalam media massa Pakistan berbahasa Urdu. 

Anehnya, hanya berselang beberapa hari saja, rezim Pakistan dan AS menarik pernyataan mereka dan menyangkal memiliki pengetahuan perihal penahanan dan letak penahanan Aafia.

Belakangan diketahui, bahwa memang sejak 30 Maret oleh FBI dia disekap di pangkalan militer Amerika di Bagram, Afghanistan. Di sana, Muslimah berjilbab ini berulang kali diperkosa, disiksa dan tidak diberi toilet terpisah sehingga tawanan yang lain dapat melihatnya ketika sedang mandi.  

Pelecehan seperti itu terus berlanjut hingga ia dituduh menembak agen FBI dan personel militer AS dalam sebuah kantor polisi di Ghazni, Afghanistan, saat ia sedang menjalani interogasi tahun 2008 lalu. Kemudian ia pun diterbangkan ke Amerika. 

Di negara yang katanya pengusung HAM itu dia ditahan di Pusat Penahanan Metropolitan Brooklyn, dan dipaksa untuk diperiksa dengan melepaskan seluruh pakaiannya di depan para petugas dan pengacara setiap kali ia hendak bertemu dengan pengacaranya, diplomat Pakistan, dan anggota keluarganya. 

Itulah sepenggal kisah kekejian penguasa Amerika dan anteknya kepada siapa saja yang dianggap berpotensi membahayakan penjajahan Amerika. Untuk menutupi fakta bahwa Aafia ditangkap, disiksa dan tanpa didampingi pengacara, pihak AS mengklaim Aafia ditangkap oleh aparat keamanan Afghanistan di Provinsi Ghazni pada 17 Juli 2008. Saat ditangkap, menurut aparat AS, ditemukan beberapa dokumen, termasuk dokumen berisi cara-cara membuat bom dan senjata kimia di dalam tas tangan milik Aafia.

Namun sangat aneh bin ajaib seorang perempuan yang digambarkan FBI teroris yang sangat berbahaya itu pada 13 Februari 2010 dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Amerika bukan karena terkait terorisme melainkan hanya tuduhan kriminal biasa yakni percobaan pembunuhan dan penyerangan.

Tidak Terbukti

Tuduhan tidak berdasar FBI bukan hanya bualan tentang keterkaitan Aafia dengan tindak terorisme tetapi juga dengan tuduhan bahwa ilmuwan Pakistan tersebut melakukan percobaan pembunuhan dan penyerangan saat ia diinterograsi pada 2008 lalu. 

Menurut FBI, Aafia merampas senjata M-4 milik aparat AS saat diinterogasi di penjara Afghanistan dan sempat melepaskan dua tembakan ke arah agen-agen FBI serta personel militer. Seorang petugas balik menembak dan memukul Aafia agar bisa meringkusnya.

Dalam persidangan di Manhattan, New York itu ternyata tidak ada satu bukti pun yang bisa menguatkan bahwa Aafia melakukan hal-hal yang dituduhkan kepadanya. Pada tahap akhir sidangnya di Pengadilan Federal Manhattan, pengacara Aafia, Linda Moreno, menyatakan bahwa "tidak ada bukti fisik bahwa sebuah senapan M-4 tersentuh oleh Dr Aafia Siddiqui, apalagi sempat dikokang."

Kuasa hukum Aafia menolak vonis bersalah itu karena tidak ada bukti yang dihadirkan dalam persidangan bahwa kliennya melepaskan tembakan di lokasi kejadian. Aafia juga membantah semua tuduhan yang diarahkan padanya dan mengatakan bahwa ia telah dipenjarakan dan mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh agen-agen intelejen AS di Pakistan dan Afghanistan.

Atas putusan hakim pengadilan New York itu, Aafia terancam diganjar hukuman seumur hidup. Keluarga Aafia mengecam putusan tersebut, banyak pihak yang meragukan keakuratan proses pengadilan atas kasus Aafia. Tak ayal lagi, aksi protes anti AS merebak di sejumlah kota di Pakistan menentang putusan pengadilan AS terhadap Aafia.

Namun perlu dicatat, Aafia bukan satu-satunya warga Pakistan yang mendekam di penjara-penjara rahasia AS atas tuduhan terorisme tanpa disidang maupun didampingi pengacara. Data kementerian dalam negeri Pakistan menyebutkan ada sekitar 1.291 warga Pakistan yang hilang dari Pakistan. 

Pakistan Muslim League-N (PML-N), partai politik kedua terbesar di Pakistan dan kelompok-kelompok oposisi di Pakistan menuding Presiden Pakistan, saat itu, Pervez Musharraf  dengan sengaja menyerahkan 1.291 warganya itu pada otoritas AS.

Padahal dalam Islam kepala negara adalah perisai untuk melindungi rakyatnya. Maka tidak aneh Khalifah Al Mu'thasim Billah langsung menyatakan perang kepada Romawi dan mendeportasi konsulat Romawi di Daulah Khilafah lantaran konsulat tersebut telah menyingkap jilbab seorang Muslimah. Namun alih-alih mengamalkan ajaran Islam Musharraf malah mengamalkan instruksi pemerintah AS, sang teroris yang sebenarnya.

Derita Aafia Tanggung Jawab Siapa?

Saat ini Aafia dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Pengacaranya mengatakan bahwa gejala-gejala yang ditunjukkannya mirip dengan penderita penyakit tekanan mental pasca trauma (Post Traumatic Stress Disorder), lantaran seringnya diperkosa, dipukul, ditelanjangi, dll.

Ia khawatir ketiga anaknya yang masih kecil-kecil tidak ada yang memberi makan. Sehingga dalam tahanan seringkali ia menolak makan dan mengembalikan makanan tersebut kepada petugas untuk diberikan kepada ketiga anaknya yang turut diculik dan tidak pernah dipertemukan dengannya.

Kondisi fisiknya pun sangat memprihatinkan, menderita kerusakan otak, sebagian ususnya telah dipotong, salah satu ginjalnya diambil, giginya diambil, hidungnya patah dan dipasang kembali dengan posisi tidak semestinya, luka tembak yang baru didapatkannya ditutup dengan tidak layak, dengan darah yang mengalir, sehingga meninggalkan pakaiannya basah bersimbah dengan darah. Sehingga dalam persidangan dia menggunakan kursi roda. Lantas siapa yang bertanggung jawab atas semua ini?

Sumber : mediaumat.com




Bookmark and Share

Filed Under:

Anda dapat turut serta menampilkan artikel anda dalam blog ini dengan mengirimkan email ke :

ats.tsaqofah@gmail.com
ats-tsaqofah@telkom.net

Sertakan pula identitas yang jelas. Terimakasih telah mengunjungi ats-tsaqofah.blogspot.com


Leave a Reply